Perubahan tehnologi kenyataannya tidak seutuhnya memberi imbas positif. Ada pula pelaku tertentu yang salah gunakan tehnologi, untuk kebutuhan yang tidak seharusnya. Penyimpangan yang tersering dilaksanakan ialah menyebarkan ajaran kedengkian. Kedengkian di sini kadang condong menyentuh masalah suku, agama, dan ras tertentu. Sering mencela karena masalah remeh, senang tidak senang.

Terakhir, khalayak ramai mengulas mengenai sangkaan ciutan sara yang digelontorkan oleh Permadi Arya alias Abu Janda. Pria ini mencuit dengan menjelaskan Islam angkuh, dan mencuit sangkaan rasisme pada Natalius Pigai, aktifis HAM asal Papua, yang sempat juga jadi ketua komnas HAM.

Tidak disangkal, ajaran kedengkian, hasutan dan hoax jadi hal yang paling menakutkan. Skema yang kerap dilaksanakan oleh barisan radikal ini, tanpa diakui banyak dilaksanakan oleh beberapa orang. Sadar atau mungkin tidak, arah barisan radikal ialah hal seperti ini. Beberapa orang sama-sama hujat, sama-sama caci dan sama-sama mengakui kebenaran yang mempunyai potensi melahirkan perselisihan. Saat perselisihan itu terjadi, barisan radikal akan massif tampil, mempersalahkan negara dan kembali tawarkan jalan keluar khilafah.

Jika kita mengetahui, pada intinya penebar sentimen kedengkian ialah masih barisan yang serupa. Sekarang tanpa diakui sudah menyebar ke warga pemula. Sedikit-sedikit salah, sedikit-sedikit kafir, sedikit-sedikit ini, itu. Tak pernah menyaksikan jika pada intinya kita ini masih berproses. Dan pada proses ini dapat ke arah pada kebaikan atau terburukan, tinggal keputusan berada di tangan kita.

Pada proses itu, kita disarankan untuk dapat sama-sama menghargakan, menghargai dan bantu-membantu antar sama-sama. Mengapa harus sama-sama menghormati dan menghargai? Karena pada intinya warga Indonesia ialah bermacam. Keanekaragaman itu bukan hanya secara fisik dan karakter, tetapi juga dalam soal suku, tradisi istiadat, ras atau agama. Karena keanekaragaman itu kita dituntut untuk dapat sama-sama pahami bagaimana watak antar sama-sama. Di titik ini, toleransi jadi poin penting untuk diterapkan dalam tiap perkataan dan perlakuan.

Intoleransi dan rasisme terang tidak menggambarkan watak dan budaya bangsa Indonesia. Kita ialah ramah dan terbuka pada perubahan jaman, tetapi masih jangan tinggalkan akar dari budaya Indonesia. Silahkan sama-sama berdampingan dalam keanekaragaman, tidak boleh sama-sama berlawanan karena hanya ketidaksamaan. Salam toleransi.

error: Content is protected !!